Melihat Politik Hukum Perlindungan Konsumen Prabowo-Gibran Pasca 100 Hari Kerja

Melihat Politik Hukum Perlindungan Konsumen Prabowo-Gibran Pasca 100 Hari Kerja

Daftar Tamu Penting yang Hadir pada Pelantikan Presiden Terpilih Prabowo-Gibran--Kompas.com

By Dr. Firman T. Endipradja

PADA 28 Januari 2025 ini, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran), memasuki 100 hari setelah dilantik pada 20 Oktober 2024 silam. Bagaimana respons rakyat terhadap pemerintahan Prabowo Subianto di 100 hari pertamanya itu.

Hampir di setiap sektor ekonomi terdapat konsumen. Konsumen menurut Pasal 1 angka 2 UU No.8 Tahun 1999 ttg Perlindungan Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Setiap orang, mulai jabang bayi sampai manula, termasuk pelaku usaha adalah konsumen. Setiap pelaku usaha pasti juga konsumen, tapi setiap konsumen belum tentu sebagai pelaku usaha. Konsumen tidak mengenal usia, gender, profesi, jabatan, status sosial dll.

Semua rakyat adalah konsumen yang menggunakan/memakai barang dan/atau jasa, dan seorang konsumen sudah dipastikan menggunakan lebih dari satu produk barang dan/atau jasa, seperti sebagai konsumen makanan/minuman, sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, pelayanan publik dll, yang kesemuanya itu masuk dalam ruang lingkup Politik Hukum Perlindungan Konsumen. Dengan kata lain konsumen itu adalah seluruh rakyat Indonesia.

Soediman Kartohadiprodjo menyebutkan, politik hukum adalah pemikiran yang menjadi dasar campur tangan negara dengan alat-alat perlengkapannya (eksekutif, legislatif dan yudikatif) dalam hal pelaksanaan hukum, perkembangan hukum dan penciptaan hukum. (Soediman Kartohadiprodjo, 1984 : 210-211). Politik Hukum dimaksud dalam kajian ini adalah Politik Hukum Perlindungan Konsumen. Contoh dari politik hukum perlindungan konsumen (yang tidak berpihak bahkan membebani masyarakat atau konsumen) adalah seperti kebijakan tentang pembatasan subsidi BBM, pajak, beras, minyak goreng dan BPJS Kesehatan.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dalam unggahannya di Instagram resmi @luhut.pandjaitan yang dikutip Kompas.com, Rabu (10/7/2024) menyebutkan, Pemerintah akan membatasi BBM subsidi mulai Sabtu (17/8/2024) untuk mengurangi jumlah penyaluran kepada orang yang tidak berhak.

Menurut ekonom Senior INDEF Faisal Basri di gedung DPR, Jakarta Pusat, Rabu (10/7/2024), kebijakan pemerintah dalam membatasi pembelian subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), menandakan bahwa sinyal kemungkinan besar pemerintah akan menaikkan harga BBM yang selama ini di subsidi yaitu Pertalite dan Solar. Sementara jenis Pertamax sengaja ditahan harganya dengan kompensasi kepada Pertamina. Wacana pembatasan pembelian BBM Subsidi oleh masyarakat juga menandakan bahwa dana kompensasi pemerintah sudah meluap atau bahkan tidak sanggup membayar ke PT Pertamina. Bahkan pemerintah hampir tidak sanggup membayar dana kompensasi subsidi energi dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) belum lagi soal LPG.

Mengenai masalah pajak, Menko Luhut pada Kamis (18/1/2024) menyampaikan akan menaikkan pajak kendaraan bermotor berbahan bakar bensin dan tidak untuk motor listrik. Disamping itu pemerintah juga berencana menerapkan kebijakan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Rencana kebijakan tersebut disampaikan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Pemerintah berdalih rencana kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen ini merupakan bagian dari upaya reformasi perpajakan demi menaikkan penerimaan pajak. 

Menko Hartarto memastikan, berbagai ketentuan yang telah dirumuskan dan diterbitkan dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), termasuk penyesuaian tarif PPN, bakal dilanjutkan pada pemerintahan selanjutnya. Menurut Hartarto dalam gelaran Media Briefing, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (8/3/2024), "Kita lihat masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan, pilihannya keberlanjutan. Tentu kalau berkelanjutan berbagai program yang dicanangkan pemerintah tentu akan dilanjutkan, termasuk kebijakan PPN".

Sementara, Rancangan Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang menyasar sektor pendidikan menunjukan Pemerintah sedang mengalami kesulitan keuangan sehingga menjadikan pajak sebagai instrumen untuk meningkatkan pendapatan negara. Inilah rancangan kebijakan yang memilukan.

Masalah beras yang harganya makin tinggi berlangsung cukup lama. Mengutip laman resmi Bank Indonesia bi.go.id/hargapangan, harga beras sudah naik sejak 1 Agustus 2023. Menjelang dan pasca pemilu, di masyarakat berkembang isu bahwa mahal dan langkanya beras di pasaran karena akibat stok beras digudang habis karena digunakan untuk diberikan kepada masyarakat dalam bentuk/yang diakibatkan teralih kepada bantuan sosial (bansos).

Di samping itu, kemelut minyak goreng sawit yang juga merupakan bahan pokok kebutuhan masyarakat sudah terjadi sejak November 2019 dan berlanjut sampai menjelang hari lebaran 2024 terutama harganya yang cukup tinggi. Krisis beras dan minyak goreng yang berkelanjutan dan berlarut² hingga pasca Pemilu lalu membuat rakyat sebagai konsumen termasuk para pedagang menderita. Peristiwa yang terjadi terhadap dua komoditas ini (beras dan minyak goreng) dapat dikatakan belum pernah terjadi sepanjang sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia.

Politik hukum perlindungan konsumen yang lain yang membebani masyarakat atau konsumen adalah kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung di bulan Februari 2019 atas dasar keberatan dan judicial review yang dilakukan masyarakat. Akan tetapi Pemerintah kembali mengeluarkan lagi Perpres tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan (Perpres 64/2020). Ironinya kebijakan tersebut diikuti dengan adanya kebijakan tentang sanksi pemberhentian pelayanan publik bagi konsumen penunggak iuran BPJS Kesehatan.

Seperti diketahui menjelang berakhirnya pemerintahan Presiden Jokowi (terutama masa lima tahun terakhir/pemerintahan kedua) cukup banyak kebijakan² (politik hukum perlindungan konsumen) yang membebani/memberatkan masyarakat sebagai konsumen, seperti kenaikan harga beras, krisis minyak goreng, kenaikan berbagai kebutuhan pokok sehari² (bawang, cabai dll), BPJS Kesehatan, gas 3 kg, BBM, listrik, pajak, pinjaman online dll. Di sisi lain fenomena PHK massal, korupsi dan mafia/kartel, khususnya terkait komoditi² kebutuhan konsumen, seperti kasus impor gula, beras, bawang, minyak goreng, dll, menambah beban sosial yang cukup pelik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: